Hampir tiga dekade antivirus asiklovir dan pensiklovir terus digunakan secara luas dan intensif. Anehnya, tingkat resistensi masih tetap stabil. Apa gerangan dibalik hal ini ?
Penemuan dan pengembangan antivirus yang efektif dan aman untuk mengobati infeksi virus pada manusia, masih terus menjadi tantangan bagi dunia medis dan farmasi. Berbeda dengan antibiotika, pengembangan antivirus terkesan lamban atau slow motion. Di saat antibiotika telah banyak berhasil ditemukan, baik golongan maupun derivat baru, antivirus yang berhasil ditemukan masih bisa dihitung dengan jari. Itu pun tidak bisa benar-benar menyembuhkan infeksi virus.
Khusus untuk infeksi herpes, pengembangan medikamentosanya dimulai oleh suatu babak yang cukup menakjubkan dunia medis. Tepat pada 1978, kehadiran antivirus pertama (asiklovir) untuk infeksi virus herpes cukup fenomenal. Pasalnya, obat ini tampil sebagai antivirus yang cukup selektif membantai “musuhnya” dan tidak mengganggu sel normal di sekitarnya. Momentum ini disusul 2 tahun kemudian oleh penemuan senyawa yang masih terkait secara struktural dengan asiklovir, yakni pensiklovir. Layaknya asiklovir, pensiklovir juga merupakan penghambat potensial dan selektif banyak virus herpes pada manusia. Keduanya merupakan analog dari nukleusida deoksiguanosin.
Sejak itu, upaya pencarian dan pengembangan anti herpes terus dilakukan. Sayangnya, tak satu pun kelas antivirus baru yang ditemukan. Pengembangan hanya berhasil dilakukan, sebatas pada perbaikan profil farmakokinetika kedua antivirus yang ada. Yakni, penemuan prodrug dari asiklovir (valasiklovir) dan pensiklovir (famsiklovir). Generasi baru yang disahkan pertengahan 1990 ini, memang memiliki profil bioavailabilitas oral yang lebih baik ketimbang pendahulunya.
Mekanisme Kerja
Secara garis besar, asiklovir dan pensiklovir memiliki mekanisme antivirus yang sama dalam melawan HSV. Keduanya, secara selektif diposforilasi oleh thymidine kinase (TK) hanya dalam sel yang terinfeksi virus. Posforilasi lebih lanjut oleh enzim seluler mengacu pada produksi asiklovir atau pensiklovir triposfat. Setelah itu keduanya berkompetisi dengan natural nucleotide (dGTP), sehingga bisa menghambat DNA polymerase virus. Penggabungan analog triposfat pada rantai DNA tadi, akan mencegah perpanjangan rantai DNA lebih lanjut.
Meski demikian, beberapa studi telah mengamati ada perbedaan pada kerja kedua obat tersebut. Pensiklovir ternyata memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap HSV TK ketimbang asiklovir, makanya kadar pensiklovir triposfat pada sel terinfeksi lebih tinggi dibandingkan asiklovir triposfat. Pensiklovir triposfat juga lebih stabil ketimbang asiklovir triposfat pada sel terinfeksi, sehingga waktu paruh intraselulernya lebih lama sekitar 10-20 kali lipat. Selain itu, HSV DNA polymerase tampak memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap asiklovir triposfat. Dalam beraksi, asiklovir triposfat lebih bertindak sebagai suatu obligate DNA chain terminator. Sedangkan pensiklovir triposfat bertindak membatasi perpanjangan rantai DNA (short-chain terminator) dengan memperbaiki gugus 3-hidroksil pada sisi rantai asikliknya.
Semua mekanisme tersebut terjadi terutama pada sel terinfeksi dan terbatas pada sel normal. Posforilasi asiklovir atau pensiklovir ditemukan minimal pada sel yang tidak terinfeksi. Tak hanya itu, afinitas celluler DNA polymerase juga jauh lebih rendah terhadap antivirus triposfat ketimbang HSV DNA polymerase. Hal ini merefleksikan bagaimana selektifnya aksi dari asiklovir, pensiklovir, dan prodrug keduanya. Alhasil profil keamanan obat ini cukup baik.
Penggunaan Klinis
Pemberian oral asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir ditujukan untuk pengobatan episode pertama infeksi HSV genital, infeksi HSV genital berulang, herpes zoster, dan sebagai terapi supresif mencegah kekambuhan HSV genital. Ketiganya juga biasa diresepkan untuk mengobati mucocutaneous herpesvirus infection pada immunocompromised patient. Sedangkan formulasi intravena asiklovir diberikan pada pasien HSV atau varicella-zoster virus (VZV) parah, termasuk ensefalitis dan herpes neonatus.
Selain secara oral dan intravena, pemberian topikal ternyata juga cukup membantu. Formulasi topikal pensiklovir dan asiklovir efektif pada pasien herpes labialis berulang. Salep asiklovir yang telah disahkan FDA sejak 15 tahun silam, diindikasikan untuk tatalaksana awal infeksi genital dan infeksi mucocutaneous HSV tertentu pada immunocompromised patient. Belakangan ini juga telah ada formulasi okular dari asiklovir.
Penggunaan klinis asiklovir secara luas tersebut tak lepas dari profil keamanannya yang cukup baik. Khusus untuk famsiklovir, meski pengalaman klinisnya lebih pendek, namun profil keamanannya sama dengan plasebo. Asiklovir, pensiklovir, dan prodrug-nya juga digunakan secara luas, karena dikenal aman dan efektif mengobati infeksi virus herpes pada populasi immunocompetent dan immunocompromised.
Resistensi Masih Stabil
Hampir tiga abad, asiklovir dan pensiklovir terus menjadi tumpuan harapan penderita infeksi herpes di seluruh dunia. Penggunaan analog nukleusida untuk infeksi HSV dan VZV meningkat secara cepat selama satu dekade silam, dari 75.000 kg pada 1990 hingga 332.000 kg pada 2000. Di Amerika Serikat saja, penjualannya terhitung 54% dari total volume pada 2000.
Anehnya, meskipun distribusi analog nukelusida ini melebihi 2,3 × 106 kg, namun prevalensi resistensi asiklovir pada isolat virus herpes simpleks dari immunocompetent host masih jarang (0,1-0,7%), stabil sekitar 0,3%. Sedangkan pada pasien immunocompromised yang berisiko lebih tinggi mengalami resistensi, prevalensi resistensi asiklovir dijumpai memang lebih besar. Namun, lagi-lagi prevalensi virus resisten tetap stabil, biasanya berkisar 4 - 7%. Jadi meskipun ada peningkatan yang progresif dalam penggunaan kedua obat ini, namun belum ditemukan bukti ada peningkatan resistensi asiklovir.
Hal tersebut berbeda dengan fakta yang ditemukan pada penggunaan antibiotika. Pemberian antibiotika yang tidak tepat dan berlebihan berkontribusi dalam timbulnya dan penyebaran bakteri resisten antibiotika. Kejadian serupa juga menimpa antivirus dari infeksi virus lainnya. Misalnya saja, penggunaan zidovudine pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV) telah mengarah pada kegagalan pengobatan dan transmisi virus resisten. Mutan resisten juga dijumpai pada hingga 30 % anak dan dewasa yang diobati untuk influenza akut A dengan amantadine atau rimantadine, dan mutan terus meningkat pada 2-3 hari awal terapi.
Sebuah program survei dan uji klinis akhirnya mencoba menguak misteri resistensi asiklovir dan pensiklovir selama 20 tahun terakhir. Program ini dilakukan dengan mengumpulkan ribuan isolat HSV dari seluruh dunia. Akhirnya, ada dua hal penting yang ditemukan dalam program ini. Pertama, prevalensi HSV resisten terhadap asiklovir lebih tinggi pada immunocompromised parah ketimbang pasien immunocompetent. Kedua, tidak ada bukti terjadi peningkatan peningkatan prevalensi HSV resisten baik pada populasi immunocompromised maupun immunocompetent selama periode ini.
Bagaimana sebenarnya mekanisme resistensi virus terhadap asiklovir dan pensiklovir, masih belum begitu jelas. Namun diduga TK dan DNA polymerase virus, berhubungan erat dengan mekanisme resistensi asiklovir dan pensiklovir. Saat ini, telah berhasil diidentifikasi tiga kelas berbeda dari mutan TK resisten asiklovir, yakni mutan TK-negative (TKN), TK-partial (TKP), dan TK-altered (TKA). Mutan TKN merupakan mutan yang kurang aktivitas TK-nya. Sementara mutan TKA adalah mutan spesifik terhadap substrat yang menposforilasi timidin, tapi tidak terhadap asiklovir atau pensiklovir. Sekitar 95 -96% isolat HSV resiten asiklovir adalah TK deficient (TKN atau TKP), dan sisanya TKA. Mutan yang merubah DNA polymerase juga telah diidentifikasi, namun jarang dilaporkan.
Faktor Pengaruh Muncul dan Menyebarnya Resistensi
HSV resisten bisa berkembang secara spontan yang mencerminkan populasi HSV memiliki kemampuan berubah secara alami. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya HSV resisten asiklovir pada pasien yang tidak pernah menerima obat ini. Meski demikian, resistensi yang diperoleh sangat jarang dijumpai pada populasi normal dan hampir semua kasus ditemukan pada pasien immunocompromised parah. Kasus infeksi primer oleh HSV resiten juga saat jarang. Hingga kini hanya satu laporan yang menyatakan kemungkinan terjadi transmisi HSV resisten asiklovir.
Seperti yang telah diuraikan diatas, penggunaan yang ekstensif selama hampir 3 dekade hanya berdampak minimal terhadap prevalensi menyeluruh dari HSV resisten pada populasi di seluruh dunia. Beberapa faktor baik dari virus, tuan rumah (host), dan antivirus itu sendiri turut terlibat sehingga resistensi yang ditemukan masih jarang.
Dari segi HSV sendiri, mutan HSV resisten asiklovir diduga kurang “dahsyat” ketimbang virus tipe liar lainnya, dalam hal virulensi dan kemampuan aktif kembali dari masa laten dan replikasi di perifer. Hal ini akan mengurangi kemungkinan untuk transmisi. Di samping itu infeksi HSV, terutama infeksi HSV-1, memiliki waktu generasi yang relatif lama (waktu antara mulai infeksi pada satu orang dengan transmisi selanjutnya pada orang lain). Oleh karena itu dinamika perubahan fenotipe HSV dalam populasi lebih lambat ketimbang virus lain yang siap bertransmisi semisal influenza.
Selain itu, infeksi HSV bersifat lama atau abadi, dan infeksi dengan multiple strain dari HSV-1 atau HSV-2 jarang terjadi. Akibatnya, kemungkinan superinfeksi dengan galur resisten eksogen pada seseorang yang pernah terinfeksi dengan suatu galur HSV sensitif jarang terjadi, kecuali pada individu immunocompetent. Demikian juga jika virus resisten muncul selama kekambuhan, maka virus tersebut tampaknya tidak cenderung menjadi laten. Faktor lain yang membuat resistensi HSV rendah adalah kemungkinan HSV lebih rendah mengalami eror dan akumulasi selama replikasi virus ketimbang RNA virus.
Sementara dari segi tuan rumah (host) yang berperan, adalah kesatuan respon imun yang berdampak penting terhadap keparahan infeksi dan risiko resistensi. Infeksi primer atau kekambuhan herpes genital atau labialis pada immunocompetent host biasanya berakhir hanya dalam beberapa hari dan tetap terlokalisasi. Di samping itu, HSV dikeluarkan secara cepat oleh sistem imun, sehingga sangat terbatas terjadinya pemilihan virus resisten pada individu yang diobati. Pada pasien dengan herpes labialis berulang, misalnya, virus dibersihkan dari lesi dalam 4-5 hari. Sistem imum juga akan bisa membersihkan virus rsisten seefektif virus sensitif. Jadi pada pasien immunocompetent, HSV resisten biasanya hanya singgah sebentar atau tidak menetap.
Sedangkan dari segi obat antiviral, dipertimbangkan ada dua faktor. Pertama, sebagian besar dari mutan yang resisten dengan asiklovir dan pensiklovir telah mengalami pengurangan patogenitas terkait dengan defisiensi TK. Kedua, penekanan yang selektif dari pengobatan dengan asiklovir atau pensiklovir.
Strategi Tatalaksana
Pemberian profilaksi antivirus sangat efektif menurunkan risiko infeksi HSV pada pasien dengan immunosuppression parah, semisal pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang dan kemoterapi yang intensif. Biasanya insiden infeksi HSV simptomatik berkurang dari 70% hingga 5-20%. Alhasil terapi profilaksis antivirus memiliki potensi lebih rendah berkembang menjadi resisten ketimbang terapi akut.
Untuk pasien yang sakit parah, pemberian asiklovir intravena efektifdengan dosis 5 mg/kg setiap 12 jam. Risiko infeksi juga berkurang sangat baik pada pemberian oral; asiklovir 400 mg tiga kali sehari; valasiklovir 500 mg dua kali sehari; famciclovir 500 mg dua atau tiga kali sehari. Terapi profilaksis ini tidak disahkan oleh FDA untuk pasien immunocompromised.
Asiklovir intravena (5 [atau 10] mg/kg [atau 250 mg/m2] tiga kali sehari) diindikasikan untuk pasien dengan penyakit yang ekstensif, termasuk semua infeksi sistemik. Pengobatan harus diteruskan sampai terbukti infeksi telah sembuh. Terapi oral tambahan bisa dipertimbangkan sampai terjadi penyembuhan komplit. Untuk pasien dengan infeksi HSV ringan sampai sedang, pemberian terapi oral saja cukup efektif. Dan, pemberian oral prodrug valasiklovir dan famsiklovir lebih menguntungkan karena profil farmakokinetiknya lebih baik. Meski demikian harganya lebih mahal dan asiklovir adalah pilihan termurah.