Setelah mengenal apa itu fitofarmaka, kita mulai
dulu membahas tentang obat tradisional Indonesia atau juga biasa disebut
obat herbal alam (OBA) yang lain yakni Jamu dan Obat Herbal Terstandar (OHT). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia no.HK.00.05.41.1384, Obat Bahan Alam (OBA) , Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan
Jamu
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional
yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil
maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun
temurun dan tidak melalaui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
- Aman
- Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3
generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah
ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang
membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian
khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian
ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi
Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional
yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu
dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar
kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,
standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun
kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses
pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga
mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.
Inilah beberapa kriteria OHT, yang dibaca sekilas hampir mirip fitofarmaka. yaitu:
- Aman
- Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
- Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
Di Indonesia sendiri, telah beredar 17 produk OHT, seperti : diapet®,
lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan
kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.