Swamedikasi
menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi
sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Masyarakat cenderung hanya tahu merk dagang
obat tanpa tahu zat berkhasiatnya Menurut WHO, peran swamedikasi adalah
menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan
konsultasi medis mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan
sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat
yang jauh dari pelayanan kesehatan
Di
tengah himpitan ekonomi saat ini apa lagi adanya kebijakan pemerintah
menaikan harga BBM yang akan berimbas pada kenaikan komoditi kebutuhan
dasar manusia, banyak masyarakat berupaya melakukan pengobatan terhadap
dirinya sendiri (swamedikasi).
Karena jika harus pergi ke dokter maka pasien dibebankan biaya diagnosa
dan lagi jika diresepkan obat yang harganya tidak sedikit, inilah
alasan yang mendasar mengapa banyak masyarakat masih tetap mengandalkan
self medication/swamedilasi atau pengobatan sendiri tanpa dibekali
keilmuan terkait obat-obatan dan penyakit yang memadai.
Perlu
ditegaskan dalam hal ini adalah tidak semua penyakit dapat ditangani
hanya oleh pengobatan sendiri, penyakit yang boleh diobati sendiri oleh
orang awam memiliki ciri :
- Penyakit bersifat ringan seperti demam 1-2 hari, jika demam sudah lebih dari 3 hari maka diharuskan periksa lebih lanjut kepada dokter, dan harus waspada jika demam sampai kejang maka diwajibkan dibawa ke Rumah Sakit atau klinik terdekat.
- Flu dan batuk ringan biasanya sembuh +/- 1 minggu lebih dari itu sebaiknya menemui dokter untuk diagnosa lebih lanjut karena ditakutkan teridentifikasi TBC
- Diare ringan selama beberapa hari tetapi jika disertai demam lebih dari 3 hari disarankan menemui dokter
- Sakit kepala ringan biasanya sembuh setelah beristirahat/tidur
- Sembelit/konstipasi dan sukar tidur
tidak semua orang mampu menerapkan praktik pengobatan diri sendiri (swamedikasi) secara benar, beberapa contoh kesalahan yang lazim dilakukan masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri :
Mengobati flu, batuk, pilek dengan antibiotika biasanya antibiotik amoxicillin 500 mg.
- Perlu diketahui bahwa flu, pilek dan biasanya disertai batuk disebabkan oleh virus bukan oleh bakteri, sedangkan amoxicillin 500 mg adalah obat yang ditujukan sebagai anti bakteri sehingga tidak ada relevansinya antibiotik untuk mengobati virus flu. Perlu dicermati penggunaan obat yang tidak tepat tidak ada manfaatnya bagi tubuh bahkan dapat merugikan karena efeksamping dari Amoxicillin yang muncul.
Penggunaan vitamin melebihi dosis
hasil
riset The National Cancer Institute di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa orang yang setiap hari mengonsumsi lebih dari 1 macam multivitamin
lebih besar risikonya menderita kanker prostat. Meskipun kebenaran
hasil penelitian tersebut masih diperdebatkan kalangan ilmuwan. Karena
sebenarnya tubuh hanya memerlukan vitamin dalam dosis sangat kecil tiap
harinya daripada dosis vitamin yang beredar dipasaran seperti vitamin C
1000 mg padahal secara umum orang dewasa dengan BMI normal hanya
membutuhkan sekitar 75 – 90 mg vitamin C per hari dan akan terpenuhi
jika kita mengkonsumsi buah atau sayuran setiap hari.
Menyisakan obat untuk "sakit yang akan datang"
Banyak
pasien yang tidak menghabiskan obat yang diresepkan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Misalnya, obat yang seharusnya dihabiskan dalam
waktu 5 hari, namun hanya diminum sampai hari ke dua (karena merasa
badan sudah membaik), lalu sisanya disimpan dan dipakai kalau
penyakitnya kembali kambuh. Kesalahan ini akan berakibat fatal pada
peresepan obat yang tergolong antibiotik karena aturan dasar antibiotik
adalah diminum sesuai jadwal jangan sampai overdose (dosis berlebih)
atau underdose (dosis kurang) dan diminum sampai habis walaupun sudah
merasa penyakit membaik. Kesalahan ini dapat berakibat pada lama waktu
sembuh pasien dapat lebih panjang dan lebih jauh dapat menyebabkan
resistensi bakteri.
Menggunakan obat orang lain
Kesalahan
ini juga sering didengar saya di kampung “coba pakai obat punya saya,
sakitnya sama seperti itu. baru minum 2 tablet sudah sembuh”
kesalahpahaman ini susah untuk dirubah karena sudah menjadi semacam
paradigma di masyarakat awam bahwa orang lain dapat menjadi panutan
tentang kesehatan walaupun orang lain tersebut bukan berasal dari
kelilmuan kesehatan. meskipun penyakit yang kita derita sama dengan
orang lain, tetapi belum tentu obat dan dosisnya Karena tingkat
keparahan penyakit setiap orang berbeda-beda serta tidak ada data pasti
jika penyakit yang diderita memang sama karena masyarakat awam hanya
melihat secara fisik yang terlihat saja padahal kita tidak tahu
kemungkinan ada komplikasi dengan penyakit lain.
Membeli obat keras tanpa resep dokter
Jika
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, akses mendapatkan
obat di Indonesia masih terlalu mudah. Bahkan obat yang seharusnya
hanya dapat dibeli dengan resep dokter, dapat dengan mudah didapatkan di
apotek bahkan di toko obat. Ada beberapa kriteria yang memperbolehkan
Apoteker menyerahkan obat keras tanpa resep dokter. Tetapi banyak juga
jenis obat yang hanya boleh diberikan harus dengan resep dokter seperti
obat golongan narkotik dan psikotropik.
Mengobati sendiri penyakit berat
Sampai
saat, ini masih ada sebagian masyarakat yang lebih percaya pengobatan
tradisional ketimbang pergi ke dokter, khususnya dalam mengobati
penyakit berbahaya seperti misalnya, kanker, diabetes, jantung. Ada
berbagai pengobatan alternatif di Indonesia mulai dari herbal, jamu
sampai pengobatan secara ghaib (di luar nalar manusia), untuk penyakit
yang tergolong berat sebaiknya langsung konsultasikan dengan dokter
untuk mendiagnosa tingkat keparahan dan konsultasikan kepada Apoteker terkait pengobatan yang diresepkan dokter untuk memaksimalkan terapi.
Penggunaan Obat Herbal/Jamu berlebihan
Banyak sekali yang memberitakan bahwa jamu atau obat herbal
dengan embel-embel back to nature “tidak ada efek sampingnya” menurut
saya hal tersebut adalah pembodohan masyarakat yang sekarang seperti
dibiarkan saja, apakah semua yang berhubungan dengan back to nature
adalah suatu kebaikan untuk tubuh kita? Apakah jamu atau obat herbal
tidak ada efek samping sama sekali ? bahkan ada beberapa acara talk
show di TV nasional yang menyatakan dengan sangat jelas obat
tradisional/jamu/herbal tidak ada efek samping. Hal tersebut sangat
tidak benar semua tanaman herbal dapat menimbulkan efek samping yang
membahayakan jika dikosumsi dalam dosis yang berlebihan seperti halnya
obat kimia jika diminum dengan aturan tepat dosis dan tepat indikasi
penyakit maka efek samping yang timbul dapat dihindari. Jadi obat
tradisional/jamu maupun herbal maupun obat kimia terdapat efek samping
jika diminum secara berlebihan.
Setelah
anda mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut maka sebaiknya anda
menemui seorang ahli dalam bidang kesehatan seperti kepada Dokter dalam mendiagnosa penyakit dan Apoteker
untuk berkonsultasi terkait pengobatan penyakit, jika dirasa penyakit
yang dialami terasa lebih “berat” semoga Artikel ini bermanfaat.
Dari berbagai Sumber