Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 05 Oktober 2014

Swamedikasi

Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Masyarakat cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya Menurut WHO, peran swamedikasi adalah menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan kesehatan

Di tengah himpitan ekonomi saat ini apa lagi adanya kebijakan pemerintah menaikan harga BBM yang akan berimbas pada kenaikan komoditi kebutuhan dasar manusia, banyak masyarakat berupaya melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri (swamedikasi). Karena jika harus pergi ke dokter maka pasien dibebankan biaya diagnosa dan lagi jika diresepkan obat yang harganya tidak sedikit, inilah alasan yang mendasar mengapa banyak masyarakat masih tetap mengandalkan self medication/swamedilasi atau pengobatan sendiri tanpa dibekali keilmuan terkait obat-obatan dan penyakit yang memadai.
Perlu ditegaskan dalam hal ini adalah tidak semua penyakit dapat ditangani hanya oleh pengobatan sendiri, penyakit yang boleh diobati sendiri oleh orang awam memiliki ciri :
  1. Penyakit bersifat ringan seperti demam 1-2 hari, jika demam sudah lebih dari 3 hari maka diharuskan periksa lebih lanjut kepada dokter, dan harus waspada jika demam sampai kejang maka diwajibkan dibawa ke Rumah Sakit atau klinik terdekat.
  2. Flu dan batuk ringan biasanya sembuh +/- 1 minggu lebih dari itu sebaiknya menemui dokter untuk diagnosa lebih lanjut karena ditakutkan teridentifikasi TBC
  3. Diare ringan selama beberapa hari tetapi jika disertai demam lebih dari 3 hari disarankan menemui dokter
  4. Sakit kepala ringan biasanya sembuh setelah beristirahat/tidur
  5. Sembelit/konstipasi dan sukar tidur
Beberapa penyakit diatas dapat dikategorikan penyakit ringan dan dapat dilakukan pengobatan sendiri tetapi jika sudah melebihi batas waktu dari penyakit tersebut saya sarankan  menemui dokter untuk diagnosa lebih lanjut. Tetapi sangat disayangkan banyak ditemukan kesalahan dalam proses swamedikasi di masyarakat .

tidak semua orang mampu menerapkan praktik pengobatan diri sendiri (swamedikasi) secara benar, beberapa contoh kesalahan yang lazim dilakukan masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri :
Mengobati flu, batuk, pilek dengan antibiotika biasanya antibiotik amoxicillin 500 mg.
  • Perlu diketahui bahwa flu, pilek dan biasanya disertai batuk disebabkan oleh virus bukan oleh bakteri, sedangkan amoxicillin 500 mg adalah obat yang ditujukan sebagai anti bakteri sehingga tidak ada relevansinya antibiotik untuk mengobati virus flu. Perlu dicermati penggunaan obat yang tidak tepat tidak ada manfaatnya bagi tubuh bahkan dapat merugikan karena efeksamping dari Amoxicillin yang muncul.

Penggunaan vitamin melebihi dosis
hasil riset The National Cancer Institute di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang yang setiap hari mengonsumsi lebih dari 1 macam multivitamin lebih besar risikonya menderita kanker prostat. Meskipun kebenaran hasil penelitian tersebut masih diperdebatkan kalangan ilmuwan. Karena sebenarnya tubuh hanya memerlukan vitamin dalam dosis sangat kecil tiap harinya daripada dosis vitamin yang beredar dipasaran seperti vitamin C 1000 mg padahal secara umum orang dewasa dengan BMI normal hanya membutuhkan sekitar 75 – 90 mg vitamin C per hari dan akan terpenuhi jika kita mengkonsumsi buah atau sayuran setiap hari.

Menyisakan obat untuk "sakit yang akan datang"
Banyak pasien yang tidak menghabiskan obat yang diresepkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Misalnya, obat yang seharusnya dihabiskan dalam waktu 5 hari, namun hanya diminum sampai hari ke dua (karena merasa badan sudah membaik), lalu sisanya disimpan dan dipakai kalau penyakitnya kembali kambuh. Kesalahan ini akan berakibat fatal pada peresepan obat yang tergolong antibiotik karena aturan dasar antibiotik adalah diminum sesuai jadwal jangan sampai overdose (dosis berlebih) atau underdose (dosis kurang) dan diminum sampai habis walaupun sudah merasa penyakit membaik. Kesalahan ini dapat berakibat pada lama waktu sembuh pasien dapat lebih panjang dan lebih jauh dapat menyebabkan resistensi bakteri. 

Menggunakan obat orang lain
Kesalahan ini juga sering didengar saya di kampung “coba pakai obat punya saya, sakitnya sama seperti itu. baru minum 2 tablet sudah sembuh” kesalahpahaman ini susah untuk dirubah karena sudah menjadi semacam paradigma di masyarakat awam bahwa orang lain dapat menjadi panutan tentang kesehatan walaupun orang lain tersebut bukan berasal dari kelilmuan kesehatan.  meskipun penyakit yang kita derita sama dengan orang lain, tetapi belum tentu obat dan dosisnya Karena tingkat keparahan penyakit setiap orang berbeda-beda serta tidak ada data pasti jika penyakit yang diderita memang sama karena masyarakat awam hanya melihat secara fisik yang terlihat saja padahal kita tidak tahu kemungkinan ada komplikasi dengan penyakit lain. 

Membeli obat keras tanpa resep dokter
Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, akses mendapatkan obat di Indonesia masih terlalu mudah. Bahkan obat yang seharusnya hanya dapat dibeli dengan resep dokter, dapat dengan mudah didapatkan di apotek bahkan di toko obat. Ada beberapa kriteria yang memperbolehkan Apoteker menyerahkan obat keras tanpa resep dokter. Tetapi banyak juga jenis obat yang hanya boleh diberikan harus dengan resep dokter seperti obat golongan narkotik dan psikotropik.

Mengobati sendiri penyakit berat
Sampai saat, ini masih ada sebagian masyarakat yang lebih percaya pengobatan tradisional ketimbang pergi ke dokter, khususnya dalam mengobati penyakit berbahaya seperti misalnya, kanker, diabetes, jantung. Ada berbagai pengobatan alternatif di Indonesia mulai dari herbal, jamu sampai pengobatan secara ghaib (di luar nalar manusia), untuk penyakit yang tergolong berat sebaiknya langsung konsultasikan dengan dokter untuk mendiagnosa tingkat keparahan dan konsultasikan kepada Apoteker terkait pengobatan yang diresepkan dokter untuk memaksimalkan terapi.


Penggunaan Obat Herbal/Jamu berlebihan
Banyak sekali yang memberitakan bahwa jamu atau obat herbal dengan embel-embel back to nature “tidak ada efek sampingnya” menurut saya hal tersebut adalah pembodohan masyarakat yang sekarang seperti dibiarkan saja, apakah semua yang berhubungan dengan back to nature adalah suatu kebaikan untuk tubuh kita? Apakah jamu atau obat herbal tidak ada efek samping sama sekali ? bahkan ada beberapa acara talk show di TV nasional yang menyatakan dengan sangat jelas obat tradisional/jamu/herbal tidak ada efek samping. Hal tersebut sangat tidak benar semua tanaman herbal dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan jika dikosumsi dalam dosis yang berlebihan seperti halnya obat kimia jika diminum dengan aturan tepat dosis dan tepat indikasi penyakit maka efek samping yang timbul dapat dihindari. Jadi obat tradisional/jamu maupun herbal maupun obat kimia terdapat efek samping jika diminum secara berlebihan.



Setelah anda mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut maka sebaiknya anda menemui seorang ahli dalam bidang kesehatan seperti kepada Dokter dalam mendiagnosa penyakit dan Apoteker untuk berkonsultasi terkait pengobatan penyakit, jika dirasa penyakit yang dialami terasa lebih “berat” semoga Artikel ini bermanfaat.


Dari berbagai Sumber